44 Perusahaan Fintech Salurkan Kredit Rp 2,54 Triliun

MALIOBORO – Setidaknya 44 perusahaan Financial Technologi (Fintech) telah tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan tercatatnya perusahaan Fintech tersebut maka OJK menyatakan ke 44 perusahaan tersebut merupakan perusahaan resmi penyalur kredit berbasis tehnologi di tanah air. Dari 44 fintech yang terdaftar, 43 di antaranya berbasis konvensional dan satu Fintech berbasis syariah.

Deputi Komisioner Institute OJK, Sukarela Batunanggar menyebutkan, pertumbuhan fintech di tanah air memang menggembirakan dan kini sudah menjadi alternatif lembaga pembiayaan. Hal tersebut terlihat dari 44 perusahaan Fintech, nilai pembiayaannya hingga bulan April ini telah mencapai Rp 3,54 triliun. Nilai tersebut naik sekitar 38,23 persen secara year to date.

Saat ini mulai banyak bermunculan penawaran pembiayaan melalui saluran digital tehnologi. Kecepatan pemberian pinjaman dan berbagai kemudahan lain menjadi jargon kampanye produk pembiyaan melalui tehnologi digital (financial technology) atau yang sering disebut fintech ini.

“Kecepatan layanan menjadi kunci utama dari Fintech berkembang di tanah air,”tuturnya.

Ketua Kelompok Kerja P2P Lending Aftech Reynold Wijaya mengungkapkan kehadiran P2P lending tersebut juga didasari semangat memperluas inklusi keuangan serta merangkul kelompok masyarakat yang memang belum memiliki akses kepada perbankan, sedangkan rentenir akan mengenakan pay day loan atau bunga harian kepada nasabah peminjam.

Namun, dia tidak memungkiri bahwa besaran bunga kredit yang diberikan oleh lender kepada borrower cukup bervariasi dan berbeda-beda, dan mayoritas memang lebih tinggi daripada bunga perbankan. Rata-rata bunga P2P lending pada kisaran 19%-22% setahun.

Besarnya bunga kredit yang diberikan tersebut tercipta atas dasar pertimbangan pihak pemberi pinjaman atau lender, seiring dengan besarnya tingkat risiko yang bakal ditanggung oleh sang pemberi pinjaman tersebut.

“Penentuan besaran bunga turut memperhitungkan karakteristik peminjam yang pada dasarnya adalah orang dengan risiko tinggi. Umumnya, peminjam di P2P lending ini adalah orang yang ditolak oleh bank karena tidak bisa memberikan jaminan, yang artinya punya tingkat resiko tinggi,” tutur Reynold.(fan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *