Adrem, Kue Apem Yang Tak Jadi

adrem
adrem

Winarti, 56, warga Dusun Wirosutan, Desa Srigading, Kecamatan Sanden ini pantas ditiru. Ia tidak ingin terlalu membebani suaminya yang hanya seorang petani dengan petak sawah cukup sempit. Berawal dari coba-coba, dan tanpa kesengajaan, akhirnya apa yang ia lakukan kini menghasilkan uang. Winarti, ibu yang tinggal jauh di sisi selatan Bantul ini mencoba mandiri dengan membuat kue Adrem, kue peninggalan tempo dulu.
Siang itu, suasana bagian belakang rumah Winarti yang terletak di Dusun Wirosutan, Srigading, Sanden riuh seperti pasar. Layaknya orang kampung yang tengah punya gawe (hajatan). Dapur berukuran 3X5 meter itu seakan terasa sempit. Padahal, di dalamnya hanya ada lima orang yang tengah beraktifitas. Mereka nampak sibuk mempersiapkan dan menggoreng adonan tepung. Maklum, selain mereka dapur tersebut juga dipenuhi beberapa perabot untuk mengolah adonan
Dua orang tengah sibuk di depan tungku dengan loyang penggorengan. Adapun lainnya mempersiapkan adonan yang akan dimasukkan dalam Loyang penggorengan.Hampir setiap hari mereka membantu Bu Win, sapaan akrab Winarti memproduksi kue yang terbuat dari tepung beras, kelapa, dan gula jawa tersebut.
“Kalau ada pesanan banyak ya yang membantu lebih banyak lagi,” ucap Bu Win memulai cerita saat ditemui di rumahnya.
Winarti awalnya tidak menduga, apa yang ia kerjakan dulu akan memberinya penghasilan. Lantas Winarti mulai bercerita, ia menekuni bisnis ini sekitar empat tahun lalu. Kala itu, ia membuat Adrem karena disuruh orangtuanya untuk oleh-oleh saudaranya di Jakarta.
Ia hanya mencoba membuatnya asal-asalan dengan menyiapkan bahan seenaknya. Tak menyangka ternyata adonan yang ia siapkan terlalu banyak sehingga kue yang ia produksi cukup banyak.
“Kue yang saya buat tidak bisa dibawa semuanya, karena terlalu banyak. Akhirnya saya bagi-bagikan ke tetangga. Rupanya mereka akhirnya tertarik dengan kue saya dan beberapa di antara mereka ada yang memesannya,”cerita Winarti.
Kini, setiap hari kue Adrem dijajakan ke sejumlah pasar tradisional di Sanden. Namun, tak jarang warga luar Dusun Wirosutan juga memesan langsung kepada nenek satu cucu ini. Khususnya mereka yang tengah punya gawe di rumahnya.
“Biasanya digunakan untuk memberikan hidangan kepada para pekerja di sawah,” ungkapnya.
Kini, Dalam sehari Bu Win dapat memproduksi hingga 700 potong kue Adrem. Ratusan potong kue itu berasal dari bahan baku tepung terigu 10 kilogram, tujuh kilogram gula jawa, dan empat buah kelapa.
700 potong kue itu khusus untuk menyediakan kepada para penjual di pasar-pasar tradisional di Sanden. Karena itu, jika dikalkulasi dalam satu bulan omset Bu Win dapat menembus Rp 10 juta lebih.
“Yang ajeg sehari Rp 350 ribu. Dan modal awalnya juga kecil kok,” sebutnya.
Semula Bu Win tak mengira jika dirinya bakal ikut meraup keuntungan dari bisnis usaha kue olahan tradisional. Sebab, ide tersebut bermula dari ketidaksengajaan.
Kali ini, Bu Win berharap salah satu kedua anaknya nanti mampu meneruskan usahanya tersebut. Selain dapat dijadikan sebagai mata pencaharian, usaha pembuatan kue Adrem juga bertujuan menjaga peninggalan tradisi keluarga. Disamping itu, usaha tersebut dapat dijalankan di sela-sela kesibukkan mengurusi rumah tangga.
Dalam rentang waktu tiga tahun berjalan, usaha pembuatan kue Adrem tidak banyak menemui kendala. Hanya saja, Bu Win masih kesulitan memasarkan produk kue hasil olahannya itu hingga ke luar wilayah Bantul. (erfanto linangkung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *