MALIOBORO – Meski sosialisasi dan penghentian operasional perusahaan yang tergolong investasi bodong sering dihentikan, namun korban investasi bodong terus terjadi. Iming-iming untung yang besar masih menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan kalangan berpendidikan tinggi juga masih sering menjadi korban.
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), A Kamil Razak mengungkapkan, OJK sebenarnya sudah melakukan banyak penindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang telah merugikan masyarakat. Setidaknya sudah 48 perusahaan penghimpun dana masyarakat yang telah dibekukan operasinya.
“10 tahun uang yang menguap sudah mencapai Rp 105 triliun. Itu yang terdeteksi, belum dari yang lapor,” ujar Kamil dalam Kuliah Umum Pencegahan dan Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum Di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (8/11).
Banyak korban yang berasal dari kalangan berpendidikan tinggi, bahkan pejabat tinggi pun tak lepas dari jeratan investasi bodong. Iming-iming untung yang besar dengan cara mudah masih menjadi daya pikat sendiri untuk menggaet korban.
Menurutnya, ada beberapa golongan baru yang kini menjadi target operasional investasi bodong tersebut. Target tersebut justru datang dari masyarakat berpendidikan tinggi yang notabene sudah memiliki tingkat literasi lembaga keuangan cukup baik dibanding yang lain.
Target investasi bodong tersebut di antaranya adalah fresh graduated dari perguruan tinggi. Golongan ini menjadi sasaran empuk investasi bodong karena latar belakang psikologis mereka. Biasanya, fresh graduated dari perguruan tinggi membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pemasukan.
Selain itu, target lain adalah golongan anak muda yang baru saja menikah. Golongan ini mudah tergiur dengan sesuatu yang murah apalagi ditambah dengan promosi menggunakan public figure. Seperti yang terjadi pada kasus First Travel di mana banyak memakan korban karena propaganda umroh murah.
“Pintarnya, Pengelola First Travel itu menggunakan artis untuk kampanye. Padahal secara logika tidak masuk akal umroh dengan biaya Rp 8,8 juta. Setelah kita hitung, umroh paling murah itu Rp 21 juta,” tambahnya.
Wakil Rektor I UII, Dr Ing I Ilya Fadjar Maharika MA IAI mengakui, era tehnologi digital atau zaman Cyber Space memungkinkan silaturahmi tak sebatas teman. Hal-hal yang baru dengan berbagai propaganda bisa saja langsung diketahui khalayak umum. Sehingga fakta terkadang dikesampingkan dengan kata-kata.
“Cyher space menyelesaikan banyak masalah tetapi juga memunculkan masalah baru. Cyber Space juga bisa memunculkan arsitektur kriminal pengelolaan investasi. Dulu, penghimpunan dana masyarakat dengan arisan, tetapi dengan media saat ini amplitudo pengumpulan dana semakin membesar melalui berbagai cara,” terangnya.
(Erfanto linangkung)