MALIOBORO.NEWS, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Self-Regulatory Organization (SRO) yaitu PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menyelenggarakan Media Gathering Pasar Modal 2020 pada Selasa (1/12).
Direktur Utama PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi mengatakan, sejak kasus COVID-19 ada di Indonesia pada Maret ini, kalangan investor global dan domestik menunjukkan respon yang kurang baik. Itu terjadi pada pasar keuangan di dalam maupun luar negeri. Titik terendah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini terjadi pada Selasa (24/3) dengan penurunan sebesar -37,49 persen (yoy). Meskipun demikian, aktivitas perdagangan kian menunjukkan perbaikan. Itu tercermin dari peningkatan IHSG yang mencapai level 5.612,42 pada 30 November 2020. Tidak hanya itu, rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) di bulan November 2020 mengalami peningkatan menjadi Rp12,9 triliun per hari.
Peningkatan juga terlihat pada jumlah pencatatan efek baru yang masih bertumbuh di tengah Pandemi COVID-19. Sampai dengan 30 November 2020, 708 Perusahaan Tercatat di BEI. Pada 2020, sudah tercatat 46 Initial Public Offering (IPO) Saham, 8 Exchange Traded Fund (ETF), 95 Emisi Obligasi/Sukuk Korporasi, dan 1 Efek Beragun Aset (EBA). Total fund raised sebesar Rp108,71 triliun. Tidak hanya itu, masih terdapat 20 Perusahaan yang masuk ke dalam pipeline calon Perusahaan Tercatat baru. Data itu diungkap Inarno dalam acara Media Gathering Pasar Modal, Selasa (1/12/2020).
Inarno menambahkan, terdapat peningkatan signifikan pada jumlah investor di Pasar Modal Indonesia. Saat ini telah mencapai 3 juta investor pada Juli 2020 atau meningkat sebanyak 3,8 kali dari 2016. Sampai dengan 19 November 2020, Pasar Modal Indonesia telah mengantongi 3,53 juta investor.
Lonjakan Investor Pasar Modal Juga Terjadi di DIY
Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia Yogyakarta, Irfan Noor Riza mengatakan, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga mengalami lonjakan jumlah Investor yang cukup signifikan.
“Di saat pandemi COVID-19 dan status Tanggap Darurat di DIY, alhamdulillah jumlah investor pasar modal di DIY tetap mengalami pertumbuhan,” kata Irfan di Yogyakarta, Rabu (2/12/2020).
Ia menyebutkan total jumlah investor pasar modal di DIY sampai dengan bulan Oktober 2020 tercatat sebanyak 59.622 investor. Transaksi rata-rata perbulan sebesar Rp1,576 triliun. Meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan bulan Januari yang baru mencapai 49.649 investor. Berarti ada peningkatan berkisar 9000 lebih investor dengan rata-rata transaksi per bulannya di angka Rp1,154 triliun.
“Kami optimis meski pandemi pertumbuhan investor pasar modal di DIY dan sekitarnya tetap akan bertumbuh,”kata dia.
Irfan melihat bahwa pandemi Covid-19 ini justru membuat masyarakat banyak waktu dan banyak belajar arti pentingnya berinvestasi.
“Pandemi seperti saat ini membuat banyak masyarakat yang melakukan kerja dari rumah (WFH). Masyarakat mempunyai banyak waktu untuk belajar berinvestasi khususnya investasi pasar modal secara online. Animo masyarakat DIY cukup tinggi untuk memulai belajar investasi di pasar modal,” sambung Irfan.
Sementara itu, Direktur Utama KSEI, Uriep Budhi Prasetyo mengatakan, jumlah investor terdiri dari investor saham sebanyak 1.503.682 (naik 36,13 persen dibandingkan akhir tahun 2019). Berikunya investor Reksa Dana sebanyak 2.827.164 (naik 59,32 persen dibandingkan akhir tahun 2019). Terakhir investor Surat Berharga Negara yang diterbitkan Bank Indonesia sebanyak 448.147 (naik 41,70 persen dibandingkan akhir tahun 2019).
Jumlah Investor Pasar Modal Naik 42 Persen
Sepanjang 2020 sampai dengan 19 November 2020, jumlah investor Pasar Modal Indonesia naik 42,19 persen. Saat ini tercatat 3.532.519 investor dari sebelumnya 2.484.354 pada akhir tahun 2019. Kenaikan investor tersebut disokong melalui peningkatan investor Reksa Dana sebesar 59,32 persen. Mereka berinvestasi melalui Agen Penjual Reksa Dana Fintech (SA Fintech). Lebih dari 50 persen investor pasar modal memiliki Rekening di Selling Agent Financial Technology (SA Fintech) dengan total 1.809.208 investor. Angka itu didominasi investor individu sebesar 99 persen. Dukungan keberadaan SA Fintech dalam industri Reksa Dana terlihat jelas dari pertumbuhan Asset Under Management (AUM). Rata-rata kenaikannya sekitar 200 persen per tahun, serta frekuensi transaksi yang meningkat tajam. Reksa Dana Pasar Uang dan Reksa Dana Pendapatan Tetap merupakan dua Reksa Dana yang memiliki AUM terbesar dan investor terbanyak di SA Fintech. Kekuatan industri Fintech tersebut juga disebabkan dominasi investor milenial yang berinvestasi di Pasar Modal Indonesia.
Pada 19 November, tercatat lebih dari 70 persen investor berada dalam rentang usia s.d. 40 tahun, kata Uriep dalam acara Media Gathering Pasar Modal, Selasa (1/12/2020).
“Adapun dari sisi demografi, investor didominasi oleh laki-laki (61,14 persen), pegawai swasta (52,91 persen), lulusan sarjana (44,40 persen), dan memiliki penghasilan Rp10-100 juta (58,09 persen). Sementara berdasarkan domisili, investor Pasar Modal Indonesia sebagian besar berada di Pulau Jawa (72,23 persen), “ pungkasnya.
OJK dan SRO senantiasa melakukan pengembangan pasar modal mengikuti dinamika pemulihan ekonomi yang terus berkembang. Dalam beberapa bulan ke depan, akan tetap dipantau dan diperhatikan serangkaian data serta indikator perekonomian, misalnya laju pertumbuhan ekonomi di Kuartal III-2020 atau laporan kinerja keuangan Perusahaan Tercatat. Hal ini dilakukan agar perdagangan di Pasar Modal Indonesia dapat berlangsung dengan teratur, wajar, dan efisien.(wid/rn)