Didominasi Investor Asing, Nilai Capital Market Bursa Efek Indonesia Capai Rp 6.500 Triliun

Kapitalisasi-bursa-efek-indonesia-enam-ribu-triliun
Kapitalisasi bursa efek indonesia enam ribu triliun

MALIOBORO – Nilai Capital Market yang diperdagangkan dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga bulan November 2017 kemarin terus menunjukkan peningkatan. BEI mencatat pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya mencapai 12%. Peningkatan tersebut juga selaras dengan pertumbuhan jumlah investor di wilayah ini.

Kepala Unit Strategi Pengembangan Calon Emiten Bursa Efek Indonesia (BEI), Yogi Briliana mengatakan, pasar bursa di Indonesia sangat diminati oleh masyarakat. Tidak hanya investor dalam negeri, justru banyak investor asing yang menanamkan investasi mereka di BEI. Bahkan, investor asing masih mendominasi transaksi di lantai bursa.

“Kami mencatat, justru 55% dari transaksi atau capital market yang ada saat ini berasal dari luar negeri,”tuturnya dalam Seminar Road To Go Public di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Rabu (13/12).

Peran BEI dalam mempertemukan antara pemilik modal yaitu masyarakat dengan perusahaan selama ini berjalan dengan baik. Terlebih dukungan dari pemerintah melalui kebijakan yang dikeluarkan termasuk dari OJK cukup baik. Sehingga banyak investor yang masuk ke tanah air bahkan justru didominasi oleh investor asing.

Sementara terkait dengan perusahaan yang mendaftarkan diri di lantai bursa, pihaknya memang terus berusaha mendorong agar bisa bertambah jumlahnya. Saat ini, baru sekitar 561 perusahaan lokal yang terdaftar sebagai emiten. Padahal, beberapa kemudahan telah diberikan oleh pemerintah agar semakin banyak perusahaan yang go public melalui pendaftaran di lantai bursa.

“Kami terus melakukan sosialisasi agar perusahaan-perusahaan di tanah air melantai di pasar saham,”terangnya.

Banyak keuntungan ketika perusahaan dapat go public, di antaranya mencari dana murah dengan akses seluas-luasnya. Hal tersebut diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan perusahaan dari yang sebelumnya. Karena ia yakin, perusahaan yang belum tercatat di pasar bursa akan mengalami kendala pendanaan baik dari sisi pemilik saham ataupun perbankan.

Ketika perusahaan akan mengajukan pendanaan ke perbankan, dana yang mereka peroleh hanya terbatas. Kemungkinan dana yang perusahaan peroleh hanya dua kali dari nilai aset yang dimiliki. Hal tersebut tentu akan menghambat laju pertumbuhan perusahaan ketika harus memenuhi permintaan dari konsumen.

“Banyak contoh sukses perusahaan yang go publik. Seperti perusahaan yang mengeluarkan snack Taro misalnya, tahun 2011 nilanya hanya Rp 1,9 triliun tetapi setelah melantai di bursa sekarang mencapai Rp 9 triliun. Dan Bumi Serpong Damai (BSD) tahun 2008 hanya Rp 5 triliun, setelah go publik nilainya menjadi Rp 40 triliun sekarang,”paparnya.

(erfanto linangkung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *