OJK  

DIY Juara Pembangunan Manusia Tapi Paling Timpang: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan

DIY Juara Pembangunan Manusia Tapi Paling Timpang: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan
DIY Juara Pembangunan Manusia Tapi Paling Timpang: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan

Malioboronews.id, Yogyakarta — Daerah Istimewa Yogyakarta kembali mencatatkan paradoks dalam pembangunan. Di satu sisi, provinsi ini menempati peringkat kedua tertinggi dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2024, dengan capaian 81,62 poin. Namun di sisi lain, DIY juga mencatat rekor sebagai wilayah dengan Gini Ratio tertinggi di Indonesia, yakni 0,428, yang menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran paling lebar dibandingkan provinsi lain di tanah air.

Kontras antara kemajuan dan ketimpangan ini menjadi sorotan serius dari Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Eko Yunianto, dalam konferensi pers di sela-sela Kick-Off Bulan Inklusi Keuangan DIY, Selasa (27/05/2025), yang digelar bersama para Penyuluh Lapangan BKKBN di Yogyakarta.

“Ini ironi statistik yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. IPM kita tinggi, menandakan kualitas pendidikan dan kesehatan yang baik, tetapi ketimpangan pendapatan masih sangat mencolok. Artinya ada ketidakseimbangan akses terhadap sumber daya ekonomi,” ujar Eko dengan nada prihatin.

Menurutnya, salah satu akar masalah dari ketimpangan ini adalah kurangnya pemahaman dan akses yang merata terhadap layanan keuangan, terutama di wilayah pinggiran dan kelompok masyarakat rentan. Oleh karena itu, OJK DIY menaruh perhatian besar pada upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan, agar pembangunan tidak hanya berhenti pada angka, tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sepanjang tahun 2024, OJK DIY telah menggencarkan berbagai program edukasi keuangan di lima kabupaten/kota di wilayah DIY. Melalui 138 kegiatan yang dilakukan secara luring, daring, dan hybrid, OJK menjangkau lebih dari 14.000 peserta dari beragam latar belakang, mulai dari pelajar, mahasiswa, pelaku UMKM, petani, hingga komunitas perempuan dan penyandang disabilitas.

Namun, sebaran kegiatan ini belum merata. Kota Yogyakarta menjadi wilayah yang paling banyak mendapatkan intervensi literasi dengan proporsi 56 persen dari total kegiatan. Kabupaten Sleman dan Bantul menyusul dengan 24 persen dan 12 persen. Sementara itu, dua wilayah lainnya, yakni Gunungkidul dan Kulon Progo, masih relatif tertinggal, masing-masing hanya mencatat 2 dan 6 persen kegiatan.

“Ini menjadi evaluasi bagi kami. Literasi dan inklusi keuangan harus dibawa ke pelosok. Ketimpangan tidak akan berkurang kalau pendekatan kita masih elitis dan tersentral di kota,” tegas Eko.

Dalam paparannya, Eko juga menyinggung hasil Survei Nasional OJK 2025 yang mencatat kenaikan indeks literasi keuangan nasional menjadi 66,46 persen dan indeks inklusi mencapai 80,51 persen. Meski membanggakan di level nasional, angka tersebut belum tentu mencerminkan kondisi riil di daerah seperti DIY yang memiliki struktur sosial dan ekonomi yang unik.

“Literasi tanpa akses nyata hanya akan menciptakan pengetahuan tanpa kekuatan. Kita harus pastikan dua hal berjalan bersamaan: masyarakat tahu, dan masyarakat bisa,” lanjutnya.

Melalui kolaborasi dengan lembaga seperti BKKBN, kampus, serta komunitas akar rumput, OJK berharap bisa membangun ekosistem keuangan yang tidak hanya cerdas, tapi juga adil. Terutama bagi generasi muda, keluarga muda, dan mereka yang selama ini berada di luar jangkauan layanan formal keuangan.

Dengan semangat inklusivitas ini, Eko mengajak seluruh elemen untuk ikut serta dalam gerakan literasi yang membumi dan menjangkau. Harapannya sederhana: agar DIY yang maju dalam pembangunan, juga mampu menghapus jurang ketimpangan yang selama ini membayangi.(aha)

Penulis: Afnan HarifiEditor: Afnan Harifi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *