GAYA, UMKM  

Gurihnya Ingkung Sego Sarang Ala Warung Pohon

ingkung warung pohon

Jaman dulu, Sego Gurih (Nasi Uduk) dilengkapi dengan sepotong daging ayam ingkung yang gurih dalam tradisi kendurian tempo dulu selalu dinanti-nanti setiap keluarga. Senangnya anak-anak melihat bapaknya pulang dari acara kendurian sembari menenteng bungkusan anyaman daun kelapa (sarang).

Sego sarang, dulu selalu dinanti ketika ayah mereka pergi kenduri di rumah tetangga yang sedang hajatan. Namun kini, suasana seperti itu sudah jarang lagi ditemukan. Tradisi kenduri dengan sego sarang hanya ditemukan di even-even Merti Dusun (Bersih Desa). Sangat jarang ditemukan di kendurian dengan menu sego sarang. Karena kini sebagian besar masyarakat Yogya menyajikan menu kenduri secara instan. Bukannya nasi, kini menu kenduri sudah berubah menjadi beras, gula, teh, dan sedikit Nasi Uduk.

Prihatin dengan hal tersebut, Danto Susanto, 38, mencoba menghadirkan nostalgia Ingkung Sego Sarang. Kombinasi dengan suasana alam yang nan asri coba dihadirkan oleh laki-laki yang sebenarnya berprofesi sebagai eksportir mebel ini. Rumah dan pekarangan seluas sekitar dua ribu meter persegi di Jalan Parangtritis KM 6, Rancak Glondong RT 7, Panggungharjo, Sewon, Bantul, ia sulap menjadi rumah makan.

Waroeng Pohon, kini mulai menjadi tempat makan yang kian dicari. Sego Sarang menjadi menu andalan dengan berbagai kombinasi minuman tradisional peninggalan nenek moyang. Es Legen (Nira), Wedang Uwuh, Wedang Jahe ataupun Wedang Secang siap memberikan kepuasan bagi pengunjung yang ingin menikmati makanan khas tempo dulu.

Sego Sarang, makanan ini satu paket dengan satu ekor ayam kampung utuh yang dimasak gurih (ingkung), sambel gepeng, sambel kacang, disajikan dalam anyaman hijau daun kelapa. Satu paket seharga Rp 100-Rp 120 ribu Sego Sarang biasanya cukup untuk empat orang. Tetapi bagi yang hobby makan, berdua juga boleh.

“Sego Sarang ini mengingatkan tahun 70an, kan kalau dari kenduri biasanya mendapat makanan yang memakai sarang dan anak-anak selalu menanti di rumah,”papar pria yang telah memiliki dua anak ini.

Selain pas di lidah orang-orang yang sangat merindukan masakan tempo dulu, suasana makan yang sangat alami menambah nikmat pengunjung. Danto sengaja membuat beda dari rumah makan di tempat lain, tempat ini memiliki keunikan tersendiri. Saat masuk ke gapura, pengunjung disambut pepohonan besar berupa pohon kelapa, pandan, dan tumbuhan lain yang rindang hingga membuat suasana menjadi sejuk dan nyaman.

Sedangkan untuk tempat makan, Danto menyediakan puluhan gazebo. Pada gazebo, meja dan kursi pun bukan dari kayu melainkan dari batu-batuan. Sehingga pengunjung merasa betah berlama-lama nongkrong sambil menikmati menu makanan di rumah makan Waroeng Pohon ini.

Meskipun rumah makan yang baru saja dibuka pada 4 Juli 2013, namun pengunjung tidak pernah sepi untuk menikmati suasana eksotis termasuk menu makanan yang tersedia. Dengan kapasitas 150 orang, Danto bersama sejumlah karyawannya terkadang selalu kuwalahan, terlebih saat akhir pekan.

Sejak awal buka, selain digandrungi anak muda, tempat ini juga sering digunakan untuk acara-acara dari instansi pemerintah maupun perusahaan swasta di Yogya, karena selain ada gazebo yang berkapasitas enam orang juga ada gazebo berkapasitas puluhan orang.

“Bahkan karena tempatnya dianggap eksotis, kadang juga ada yang melakukan foto prewedding di sini,” ujarnya.

Menu makanan lain yang tersedia, di antaranya Gurami bakar, sop
warung pohon, ayam kampung bakar, nila bakar, lele bakar, ayam negri bakar, udang goreng, bebek goreng, mie goreng, yang dipatok dengan harga mulai Rp 7.000 – Rp 45.000.

Perhari, rumah makan yang dibuka mulai pukul 10.00 sampai 22.00 ini, rata-rata sebanyak 15 ingkung habis dipesan. Selebihnya, biasanya pengunjung memilih menu makanan lain sesuai selera.

“Awalnya memang saya coba-coba, tapi ternyata respon masyarakat cukup bagus,” ujarnya.

Ke depan, ia lebih membidik pasar masyarakat lokal dibanding wisatawan, sebab ia ingin target yang dituju yakni sebagai rujukan makanan tradisional dan tempat bernostalgia, tepat sasaran.

“Target kami sebenarnya adalah para keluarga, nanti baru berkembang,” ujarnya.

Huda, salah seorang pengunjung asal Semarang ini mengaku penasaran dengan Ingkung yang ditawarkan. Ingkung yang disajikan dengan sedikit kuah ini sangat menarik karena disajikan di atas daun kelapa. Tidak pernah ia jumpai sajian makanan di atas daun kelapa.

“Mantab, dagingnya empuk karena bumbunya masuk ke dalam,”tuturnya puas. (erfanto linangkung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *