OJK  

OJK : Penerapan Mata Uang Digital Masih perlu Kajian

MALIOBORO – Perubahan gaya hidup masyarakat dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah  membuat menjamurnya bisnis berbasis digital yaitu e-commerce dan financial  technology yang tentunya membutuhkan alat pembayaran yang lebih cepat, aman  dan efisien.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan hal itu dalam acara Seminar tentang Standarisasi Mata Uang Digital Fiat (DFC) dan Penerapannya yang diselenggarakan International Telecommunication Union (ITU) dengan Cornell Research Academy pada akhir pekan lalu di Cornell Tech, New York.

Seminar ini membahas tren
teknologi  terbaru dan inovasi di penerbitan mata uang digital dan pengaruhnya  terhadap ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.

Menurutnya, penggunaan e-money dan cryptocurrency dalam bisnis berbasis  digital akan terhambat beberapa keterbatasan sehingga banyak negara mulai  mengkaji dan mencoba menerapkan Central Bank Digital currency (CBDC) dan  Crypto Fiat Currency yang menggunakan teknologi Block Chain (Distributed  Ledger Technology) serta didukung oleh sovereign currency (diterbitkan oleh  Bank Sentral).

“Penerapan CBDC yang menggunakan teknologi  Distributed Ledger di Indonesia perlu untuk terus dikaji penerapannya  karena adanya manfaat pada penguatan sistem pembayaran. Untuk Indonesia yang berpenduduk besar dan kondisi demografi yang tersebar  di sekitar 17 ribu pulau, berkembangnya financial technology dan digital payments yang handal harus terus kita dukung karena merupakan salah satu solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui tersedianya akses keuangan,”kata Wimboh.

Wimboh menandaskan penerapan CBDC ini harus tetap mempertahankan peran Bank Sentral sebagai Otoritas Moneter dan Sistem  Pembayaran. Aspek stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen juga tidak boleh dikesampingkan dalam penerapan CBDC.

Penerapan CBDC ini akan menghemat banyak biaya di sistem pembayaran dan  mempercepat peningkatan inklusi keuangan masyarakat. Dalam penerapannya perlu transisi bertahap dan paralel serta mekanisme konversi juga harus jelas dan transparan.

Begitu pula dari aspek legalitas juga perlu untuk disesuaikan. Penyesuaian legalitas sistem pembayaran digital di negara berkembang relatif lebih mudah daripada di negara Amerika Serikat yang membutuhkan proses lebih panjang, berdasarkan riset dari Angela Walch, Professor di St. Mary’s University School of Law.

“Ekosistem sistem pembayaran yang terintegrasi sangat dibutuhkan sehingga  kehadiran National Payment Gateway oleh Bank Indonesia merupakan langkah awal yang patut diapresiasi yang menghadirkan single network untuk transaksi domestik,”ujarnya.

OJK bersama dengan Pemerintah, Bank Indonesia akademisi dan juga lembaga internasional memiliki komitmen sebagai global collective efforts untuk menerapkan CBDC dapat berkembang ke arah yang dikehendaki dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.(fan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *