MALIOBORO – Mata uang AS (USD), yang pada hari Jumat lalu menguat tajam terhadap semua mata uang dunia, termasuk rupiah. Bahkan, pada hari Senin kemarin, USD kembali mengalami penguatan secara meluas (broadbased).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Budi Hanoto mengatakan, sama seperti yang terjadi di hari Jumat, penguatan USD di hari ini masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level psikologis 3,0% dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari 3 kali selama 2018.
“Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar,”paparnya.
Dengan dukungan upaya stabilisasi oleh BI, sejak awal April (Month To date/mtd), Rupiah melemah -0,91%, lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain, seperti Bath-1,04%, Rupee-1,96%, MXN -2,76%, ZAR -3,30%. Demikian pula, sejak awal tahun 2018 (ytd) Rupiah melemah -2,35%, juga lebih kecil daripada pelemahan mata uang beberapa negara emerging market lain seperti Brasil BRL-3,06%, India INR -3,92%, PHP -4,46%, dan TRY -7,17%.
“BI tidak mengarahkan nilai tukar pada level tertentu, melainkan menjaga volatilitasnya dengan melakukan intervensi secar terukur,”tambahnya.
Dengan upaya tersebut, Rupiah yang ada pada hari Jumat sempat terdepresiasi sebesar -0,70%, dan pada hari Senin yang lalu hanya melemah -0,12%, lebih rendah daripada depresiasi yang terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti PHPn-0,32%, India INR -0,56%, Thailand THB -0,57%, MXN -0,89%, dan Afrika Selatan ZAR -1,06%.
Bank Indonesia akan terus memonitor dan mewaspadai risiko berlanjutnya tren pelemahan nilai tukar rupiah, baik yang dipicu oleh gejolak global (dampak kenaikan suku bunga AS, perang dagang AS-China, kenaikan harga minyak, dan eskalasi tensi geopolitik terhadap berlanjutnya arus keluar asing dari pasar SBN dan saham Infonesia maupun yang bersumber dari kenaikan permintaan valas oleh korporasi domestik (terkait kebutuhan pembayaran impor, ULN, dan dividen yang biasanya cenderung meningkat pada triwulan II).
“Untuk itu, Bank Indonesia tetap berada di pasar untuk menjaga stabilitas rupiah sesuai fundamentalnya,”ujarnya. (fan)