PT Bank HSBC Indonesia Gandeng Putera Sampoerna Foundation Ciptakan SDM Perbankan Yang Handal

Bank HSBC

MALIOBORO – Sebagai bagian dari program berkelanjutan untuk mendorong literasi keuangan di Indonesia, PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) dan Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui Sampoerna University (SU) menghadirkan Sampoerna Finansial Literacy Day 2018 pada 4-5 Desember 2018.

Nuni Sutyoko, Senior Vice President and Head of Corporate Sustainability PT Bank HSBC Indonesia menjelaskan sektor keuangan global bergerak sangat dinamis. Agar Indonesia mampu terus beradaptasi, integrasi antara dunia pendidikan dan industri sangat diperlukan, utamanya  untuk mendorong literasi keuangan serta menghasilkan bankir-bankir masa depan dengan kompetensi dan daya saing global.

Sejalan dengan pentingnya kolaborasi dunia pendidikan dan industri, dalam tiga tahun ini, kolaborasi yang HSBC Indonesia, PSF dan Sampoerna University turut melibatkan berbagai pihak strategis lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), serta perguruan tinggi dan dosen-dosen dari berbagai wilayah di Indonesia.

“Di tahun ini program edukasi yang digalakkan oleh HSBC bersama PSF dan Sampoerna University banyak berfokus pada pengembangan riset dan pengabdian masyarakat di tingkat perguruan tinggi, guna menghadirkan solusi-solusi inovatif bagi sektor keuangan dan perbankan Indonesia,” ungkapnya.

Wahdi Salasi April Yudhi Rektor Sampoerna University menegaskan pentingnya kolaborasi perguruan tinggi dan industri sebagai strategi nasional dalam menghadapi dinamika industri global. Menurut Wahdi, upaya pengembangan sektor keuangan nasional di tengah kondisi eksternal yang serba dinamis harus didukung dengan sumber daya manusia yang berkompetensi tinggi dan berdaya saing global.

Untuk itu, edukasi di sektor keuangan dan perbankan menjadi salah satu pilar fundamental yang memerlukan perhatian khusus. Peningkatan kompetensi serta penguatan budaya riset di lingkungan perguruan tinggi dapat menciptakan efek domino ke industri keuangan dan perbankan di era global.

Ia menambahkan Sampoerna University secara konsisten mengusung pentingnya penguatan budaya penelitian dan menunjang pengembangan sektor keuangan berbasis teknologi. Sejalan dengan IEFSO ini, Sampoerna University bersama Asian Forum on Business Education (AFBE)juga menyelenggarakan SU-AFBE Conferrence selama dua hari pada tanggal 6 dan 7 Desember 2018. Kegiatan yang turut melibatkan HSBC Indonesia ini diikuti oleh peneliti dari dalam dan luar negeri.

Sementara itu, Head of Global Markets PT Bank HSBC Indonesia Ali Setiawan menjelaskan pentingnya mendorong pendalaman pasar modal dalam menjaga kestabilan ekonomi di tahun mendatang. Menurutnya, saat ini kondisi pasar Indonesia tergolong stabil. Berbagai risiko ketidakstabilan ekonomi masih terkelola dengan baik. Apalagi mengingat persepsi global yang cukup baik akibat penangguhan sementara terhadap trade war AS dan China.

“Namun pada tahun depan, kita harus tetap mengantisipasi kondisi-kondisi tidak diduga. Kesiapan menjadi poin yang harus ditekankan,” ujarnya

Karena itu, ke depan dukungan terhadap pendalaman pasar modal menjadi sangat penting dalam memastikan kestabilan nilai tukar Rupiah. Melihat kondisi pasar yang dinamis, dibutuhkan tidak hanya dukungan dari sisi pangsa pasar namun juga penyediaan instrumen baru dalam sistem lindung nilai (hedging), serta penciptaan pangsa pasar dengan supply dan demand yang lebih stabil, sehingga mampu bertahan dari berbagai tekanan eksternal.

Wahyoe Soedarmono, Ekonom Sampoerna University sekaligus Manajer Program Kerjasama HSBC-PSF yang menjadi salah satu narasumber dalam paparan ekonomi di IEFSO 2019 memaparkan bahwa di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global tetap ekonomi Indonesia pada tahun mendatang tetap berpotensi untuk tumbuh lebih baik daripada 2018.

“Proyeksi ini telah mempertimbangkan berbagai faktor pendorong, antara lain potensi arus investasi swasta dan belanja pemerintah – terutama untuk pembangunan infrastruktur, selain juga supply dan demand agregat dan kestabilan laju inflasi,” paparnya.

Sementara dari sisi tantangan eksternal, faktor utama yang harus diwaspadai adalah risiko geopolitik akibat tekanan perdagangan antara AS dan China serta negara negara maju besar lainnya. Sebab, kondisi eksternal sendiri telah berdampak pada defisit neraca berjalan yang terus meningkat dan telah mencapai -3,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III 2018, dan berpotensi menekan nilai rupiah.

Kondisi ini hampir sama dengan tahun 2013-2014. Namun secara keseluruhan, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap optimistis pada 2019 mendatang, karena didorong oleh efektivitas belanja pemerintah dan investasi swasta. Pertumbuhan kredit perbankan khususnya kredit investasi juga meningkat.

Optimisme ini juga didukung dengan performa ekonomi domestik beberapa tahun belakangan, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka sekitar 5%, tergolong tinggi dibandingkan negara-negara lain di dunia, termasuk negara maju. Selain itu, adanya pemilihan umum (pemilu) di tahun mendatang juga menjadi faktor yang harus dipertimbangkan, mengingat belanja pemerintah dan tingkat konsumsi publik yang bertendensi meningkat mendekati periode pemilu.

Lebih lanjut, Wahyoe melihat urgensi peran sektor keuangan dan perbankan guna merealisasikan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan lebih baik dibandingkan tahun 2018. Akan cukup menantang jika pertumbuhan ekonomi sebatas bergantung pada anggaran belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur.

“Maka dari itu, diperlukan sokongan dari sektor keuangan, termasuk pendanaan via perbankan, untuk meningkatkan pertumbuhan investasi dari sektor swasta,” tambahnya.

Namun di sisi lain, pengelolaan arus investasi di sektor keuangan harus tetap dijaga agar tidak menarik investasi asing yang terlalu besar, guna mencegah terjadinya peningkatan defisit akun berjalan. Sektor keuangan ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, peningkatan peran sektor keuangan, baik perbankan ataupun pasar modal, dapat mendorong investasi swasta yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, peningkatan investasi swasta yang tidak diikuti peningkatan produktivitas dan tabungan nasional dapat memperburuk defisit neraca transaksi berjalan.(erf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *