Sultan : Peran Transportasi Publik Kini Tinggal 16 Persen

MALIOBORO – Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menyebutkan dalam satu dasawarsa terakhir ini, laju pembangunan infrastruktur transportasi panjang jalan termasuk jalan tol dan rel kereta api mengalami peningkatan yang
signifikan.

Jumlah bandara, stasiun, pelabuhan dan terminalpun kian bertambah baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Termasuk juga jumlah rute penerbangan serta kapal laut yang lebih luas jangkauannya.

Namun di tengah laju peningkatan ini, lanjut Sultan, pembangunan angkutan publik berbasis transportasi umum justru mengalami penurunan. Tahun 2002, peran angkutan umum masih mencapai 52 persen, tahun 2010 menurun menjadi 20 persen dan kini hanya tinggal 16 persen. Meski demikian, blocked load factornya hanya 35 persen dengan kecepatan 15,6 persen.

Menurutnya, penyebab penurunan pembangunan angkutan publik berbasis
transportasi tersebut dsebabkan karena masyarakat lebih menyukai sepeda motor, kendaraan pribadi dan transportasi on line. Padahal
berdasarkan data PBB, dalam world urbanisation prospect kawasan perkotaan dihuni oleh 54 persen penduduk dunia pada tahun 2014.

“Tahun 2050 diperkirakan akan menjadi 66%. Dengan kompleksitas permasalahan di perkotaan akan muncul pula permasalahan unik lainnya,”tuturnya.

Permasalahan seperti Kemacetan, kelangkaan air ataupun krisis energi
dan meningkatnya polusi. Karena itu, salah satu jawabannyanya adalah pembangunan berbasis Transportation Oriented Development (TOD).

Konsep TOD ini berfokus pada layanan transportasi publik yang mudah diakses
ke berbagai akses moda transportasi publik lainnya untuk berpindah jalur dan berganti moda sesuai kebutuhan warga.

Demikian juga, TOD ini juga akan mengatur sistem transportasi agar mudah menjangkau kawasan perkantoran, industri dan pusat-pusat
aktivitas perkotaan dari tempat mereka tinggal.

Untuk mendukung pengembangan TOD, jalur pedestrian harus ditata senyaman mungkin. Sehingga mampu menarik minat warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.

“TOD juga dapat menjadi potensi pengembangan ekonomi di sekitarnya,”tambahnya.

Misalnya dengan disediakan pusat pertokoan, hiburan, restoran atau taman dengan cafe di kawasan yang ramai pejalan kaki. Dengan dukungan tersebut, maka kemungkinan besar masyarakat akan beralih dari kendaran pribadi ke kendaraan umum. Selain itu, harus ada dukungan fasilitas parkir yang cukup memadai.

Selain bisa menampung kendaraan dalam jumlah yang banyak juga harus
dilengkapi dengan fasilitas penunjang seperti restoran, minimarket,
toilet dan tempat ibadah serta lokasinya juga harus dicermati agar
sesuai dengan kebutuhan warga.
Perencanaan kota yang life-able haruslah mengedepankan prioritas pada
kualitas hidup warganya bukan mewadahi kendaraan. Tidak seharusnya
warga kota menghabiskan waktu di jalan terjebak kemacetan. Tidak
berarti moda transportasi tidak penting, namun trasnportasi hanyalah
salah satu elemen dari kehidupan kota bukan keseluruhan elemen.
“Kota harus dirancang sehingga aktivitas warga menggapai akses vital
bisa ditempuh dengan jalan kaki atau bersepeda,”tegasnya. (erf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *