MALIOBORO – Era digital yang berkembang belakangan ini memang mengakibatkan adanya perubahan tatanan perekonomian di tanah air. Terjadinya pergeseran beberapa lini bisnis yang mampu menggusur pola konvensional menjadi sebuah fenomena tersendiri bagi industri belakangan ini.
Direktur Program Institute For Develepoment Economy and Financial (Indef), Berly Martawardaya mengatakan, perkembangan tehnologi kini telah menimbulkan Creative Destruction, yaitu sebuah proses mutasi industri yang mengubah struktur ekonomi, menghancurkan yang lama dan menciptakan baru. Beberapa hal yang mulai memperlihatkan fenomena ini memang membuat industri berpola konvensional bertumbangan.
“Sekarang masyarakat inginnya serba praktis. Sebut saja gerai fashion sudah mulai tutup, dan layanan jasa transportasi secara konvensional tengah meradang akibat kehadiran online,” tuturnya saat di Yogyakarta,
Kamis (26/10).
Menurutnya, perkembangan tehnologi tidak bisa dihindari dan memang harus disikapi. Penolakan terhadap layanan taksi online dari para pelaku taksi konvensional harusnya dapat dihindari. Pemerintah sebagai regulator harus mencermatinya dengan kebijakan yang mampu mengakomodir semua pihak. Tidak dapat dipungkiri, transportasi Online roda 4 menciptakan lapangan kerja khususnya yang berpendidikan rendah, memberikan alternatif transportasi yang murah dan aman, menciptakan nilai tambah bagi pemilik kendaraan yang idle.
Oleh karena itu, diperlukan peran regulasi untuk mengaturnya. Kendati demikian, pemerintah sebagai regulator harus mendengarkan pihak lain. Seperti untuk meningkatkan layanan konsumen maka pemerintah perlu mendengarkan saran dari KPPU ataupun YLKI. Hal ini perlu untuk menjaga terjadinya persaingan usaha yang sehat dan melindungi pengemudi.
“Dalam urusan taksi online, KPPU sudah menolak kuota taksi online, karena rawan serta mengancam persaingan usaha,” tandasnya. Sementara untuk tarif harus ditentukan dengan usulan kepala daerah dan ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan atas nama menteri bukan kesepakatan antara pengguna jasa dengan perusahaan angkutan sewa khusus serta menangkap perbedaan cost structure dan tidak merugikan konsumen. (erfanto linangkung)