MALIOBORO – Belakangan ini, marak terjadi kejahatan pembobolan dana nasabah perbankan dengan metode skimming yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia. Metode skimming dapat diartikan sebagai pencurian data nasabah melalui kartu debit. Masalah ini cukup meresahkan masyarakat karena keamanan transaksi elektroniknya menjadi terganggu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menjelaskan skimming dilakukan dengan memasang perangkat skimmer di slotcard alias lubang tempat memasukkan kartu pada mesin ATM. Kemudian, data nasabah yang terdapat di dalam kartu debit yang dilengkapi pita magnetik (magnetic stripe) digandakan dengan menggunakan skimmer dan dipindahkan ke kartu baru.
Skimming biasanya dilakukan pada mesin ATM yang lokasinya relatif jauh dari kantor cabang bank, seperti di daerah – daerah yang jauh, hingga di pusat – pusat perbelanjaan. “Pelaku skimming di Indonesia hanya bertugas memasang skimmer dan datanya dikirim ke luar negeri”, ungkap Heru pada media briefing di Jakarta (29/3).
Pengawas – pengawas OJK secara periodik memeriksa sistem keamanan bank. Tujuannya adalah untuk menjamin transaksi nasabah aman dan tidak terjadi masalah pada sistem. Meskipun demikian, hal yang terjadi adalah pelaku menyerang mesin ATM.
“Tidak ada alat anti skimming, yang paling efektif adalah mengganti kartu ATM dari magnetic stripe ke cip. Sampai saat ini (kartu dengan cip) belum bisa digandakan. Kalau diganti ke cip akan lebih aman,” jelas Heru.
OJK terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mempercepat penggantian kartu dari pita magnetik ke cip. Bank sentral sudah menyetujui percepatan tersebut meskipun sebenarnya memang ada kendala pada bank yang kartunya banyak dan mengganti kartu biayanya antara USD 1 – USD 2. Namun kebijakan tersebut harus dilakukan daripada Bank berulang-ulang mengganti dana nasabah yang hilang akibat proses skimming.
Heru juga menerangkan apabila terbukti nasabah menjadi korban skimming, maka bank wajib mengganti dana nasabah yang raib. Bank–bank yang menjadi korban skimming pun telah mengganti dana nasabah yang terdampak.
“OJK sepakat dengan BI akan terus percepat dan koordinasi teknis kapan harus mengganti kartu. Pada 2018 OJK menargetkan 30 persen kartu sudah berchip, lalu 2019 targetnya 50 persen, lalu 2022 baru 100 persen,”tambahnya. (Rusdi K)