MALIOBORO – Panorama bak di atas awan di Bukit yang masih perawan, Bukit Tranggulasi. Panorama bak di atas awan kini memang tengah menjadi trending topic wisatawan. Kabupaten Bantul menjadi surge bagi para pemburu panorama di atas awan, sebab sepanjang perbukitan di Kecamatan Dlingo menawarkan spot-spot selfie dari ketinggian. Dan di pagi hari, fenomena awan selalu muncul menjelang matahari terbit.
Nama-nama seperti Bukit Panguk Kediwung, Puncak Becici, Kebun Buah Mangunan, Hutan Pinus Pengger dan beberapa spot selfie di atas awan ini memang kini banyak didatangi wisatawan. Sejak subuh, wisatawan sudah mulai berdatangan untuk menantikan matahari terbit sembari menikmati dinginnya udara di kawasan tersebut. Fenomena indah semakin terasa ketika hari mulai terang karena awan-awan masih banyak dijumpai di lembah-lembah perbukitan tersebut. Saat itu juga, kita seolah-olah berada di negeri atas awan, karena awan-awan di lembah-lembah tersebut Nampak berada di bawah kita.
Layaknya terbang, awan-awan di bawah bukit akan memberikan sensasi tersendiri untuk berfoto ria. Bukit Panguk Kediwung, menjadi salah satu sudut yang paling terkenal menawarkan sensasi menikmati sudut lain Kota Istimewa Yogyakarta ini.
Dari atas perbukitan Dlingo, melalui titik-titik selfi yang disediakan oleh pengelola, tempat ini menjadi spot terbaik untuk mengucapkan salam kepada sang mentari pagi. Semilir angin bercampur dengan temaram sinar matahari memang menjadi sensasi tersendiri.
Tak hanya Bukit Panguk Kediwung dan puncak Becici, wisatawan bisa menikmatinya. Ternyata, masih banyak spot-spot menikmati negeri di atas awan yang sama sekali belum tersentuh oleh wisatawan. Di Bukit Trangulasi, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo misalnya, menjadi salah satu lokasi yang juga menawarkan sensasi yang sama. Bahkan, jika sebagian ‘negeri di atas awan’ yang ditawarkan oleh perbukitan Dlingo berada di sisi barat Dlingo sehingga tidak bisa menanti secara langsung matahari terbit. Di bukit Tranggulasi, pengunjung bisa menikmati setiap detik matahari terbit. Mulai dari ketika hari masih gelap hingga matahari menjulang tinggi bisa terekam dengan baik.
Joko, salah satu warga yang rumahnya tak jauh dari Bukit Trangulasi mengaku memang belum banyak wisatawan yang datang ke tempatnya. Selama ini memang belum ada fasilitas yang bisa ditawarkan kepada wisatawan. Sebagian yang datang ke bukit tersebut barulah penduduk lokal yang ingin menikmati sejuknya pemandangan negeri di atas awan Bukit Tranggulasi ini.
“Masih perlu banyak polesan,” terangnya.
Ketika fajar mulai menyingsing, nampak sekali kebesaran Illahi karena orang yang berada di atas bukit Tranggulasi seperti melayang di atas awan. Pantulan warna jingga sinar mentari nampak jelas tergambar pada permadani awan di bukit yang letaknya di kecamatan Dlingo ini. Udara segar mampu membius hidung pengunjung karena belum banyak tercemar. Riuh rendah siulan burung juga masih bisa dinikmati di antara pepohonan yang masih banyak di tempat tersebut. Gemericik air sungai Oya masih terdengar syahdu menambah lukisan alam Sang Pencipta kian lengkap. Perlahan-lahan ketika mentari sudah menjulang, pemandangan eksotis sungai Oya jelas tergambar.
Sekilas, Bukit Trangulasi mirip dengan Bukit Panguk, atau Punthuk Mongkrong di Magelang dan Bukit Sendaren di Purbalingga. Hamparan
kabut yang perlahan turun, serta goresan kuning dari matahari terbit jadi satu highlight tersendiri. Menutupi hijau perbukitan di bawahnya, kabut ini membentuk panorama bak kita berada di atas awan. Dengan bentangan pemandangan yang sanggup membuat napas tertahan sejenak, tempat ini bisa jadi opsi lain untuk para penggila fotografi ketika mengunjungi Yogyakarta.
Usai menikmati sapuan embun pagi di atas bukit Trangulasi, pengunjung langsung bisa merasakan sensasi air terjun Grojokan Lepo yang tidak jauh dari bukit ini. Tiga air terjun menawarkan dinginnya dan segarnya air murni pegunungan. Di bawahnya, pengunjung bisa berenang sepuasnya tanpa takut tenggelam karena tidak terlalu dalam.
(erfanto linangkung)