MALIOBORO – Perkembangan ekonomi Indonesia sebagai suatu perekonomian yang terbuka tidak terlepas dari berbagai perkembangan eksternal yang terjadi. Asesmen terkini Bank Indonesia menunjukan bahwa perbaikan kondisi eksternal yang terjadi telah berdampak positif terhadap pemulihan ekonomi domestik.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY, Budi Hanoto mengatakan, momentum pertumbuhan ekonomi domestik kembali menguat pada paruh kedua 2017. Setelah sempat tertahan pada semester I 2017. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5,1% tahun ini, angka pertumbuhan lebih baik.
“Patut disyukuri karena lebih baik dibandingkan dengan mayoritas pertumbuhan ekonominegara berkembang lain,”tuturnya.
Secara spasial, perbaikan ekonomi terjadi pada sebagian besar wilayah di Indonesia, seiring dengan peningkatan harga komoditas internal. Wilayah Sumatera yang kaya akan minyak dan gas alam (migas) kembali tumbuh meningkat setelah mengalami tekanan pada semester I 2017 karena masih rendahnya harga minyak nasional.
Ekonomi Kalimantan bangkit seiring dengan perbaikan harga batu bara serta minyak kelapa sawit (CPO) di pasar global. Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga terjadi pada Bali dan Nustra yang dipengaruhi oleh perbaikan kinerja produksi ekspor mineral dan tembaga. Adapun perekonomian Sulawesi meningkat seiring dengan peningkatan kinerja mineral nikel.
“Dari sisi sektoral, perbaikan perekonomian di sejumlah wilayah juga didukung oleh akselerasi sektor konstruksi dan industri pengolahan,”terangnya.
Stabilitas makro ekonomi relatif terjaga yang tercermin pada defisit transaksi berjalan yang terus menunjukan perbaikan. Terkendalinya permintaan domestik, nilai tukar yang stabil, dan membaiknya ekonomi global berkontribusi positif terhadap perkembangan defisit transaksi berjalan 2017. Bank Indonesia memperkirakan membaik di bawah 2% dari PDB. Surplus neraca transaksi modal dan finansial masih tinggi.
Semuanya ditopang peningkatan aliran modal asing pada 2017 seiring dengan kuatnya keyakinan investor terhadap ekonomi Indonesia dan meredanya risiko eksternal. Selain itu, cadangan devisa juga tetap kuat yang tercatat 126,5 miliar dolar AS pada akhir Oktober 2017, cukup untuk membiayai 8,6 bulan kebutuhan impor atau 8,3 bulan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional.
“Sementara itu, nilai tukar relatif stabil meskipun sedikit melemah di tengah meningkatnya tekanan dari eksternal sejak akhir September 2017 yang dipicu oleh penguatan mata uang dolar AS secara global, sejalan dengan perbaikan ekonomi AS,”paparnya.
Pada bulan Oktober 2017, rupiah melemah 1,63% menjadi Rp13.538 per dolar AS. Sedangkan secara rata-rata tahunan, rupiah sampai Oktober 2017 hanya terdepresiasi sekitar 0,36% dengan volatilitas yang terjaga di level 3,2% (ytd), lebih rendah dari negara berkembang lainnya. Perbaikan indikator makroekonomi juga diikuti oleh penurunan risiko fiskal. Defisit APBNP 2017 diperkirakan sebesar 2,92% terhadap PDB, namun dengan adanya penghematan alamiah defisit menjadi 2,67% terhadap PDB.
Selama tiga tahun terakhir, inflasi berhasil dikendalikan sehingga tetap terjaga pada level yang rendah sesuai dengan targetnya. BI memperkirakan inflasi 2017 berada pada kisaran3,0 – 3,5%, sesuai dengan sasaran inflasi 2017, di tengah tekanan kenaikan inflasi administered prices akibat kenaikan tarif tenaga listrik sebagai bagian dari reformasi energi.
Tetap terkendalinya inflasi ini ditopang oleh terjangkarnya ekspektasi inflasi, nilai tukar yang stabil, minimalnya inflasi dari sisi permintaan, harga pangan global yang turun, dan terkelolanya inflasi volatile food. Pencapaian inflasi yang rendah ini tidak terlepas dari konsistensi kebijakan moneter dan koordinasi dengan Pemerintah maupun Tim Pengendali Inflasi Daerah untuk mengendalikan harga kelompok volatile food dan komoditas strategis.
(erfanto linangkung)