MALIOBORO.NEWS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan restrukturisasi dan relaksasi debitur terdampak Covid-19 melalui POJK No.11/Tahun 2020. Aturan itu kemudian mulai dilaksanakan oleh berbagai pelaku industri jasa keuangan, mulai dari perbankan, industri keuangan nonbank, maupun pasar modal. Hal ini dijelaskan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam video conference dengan awak media, Minggu (5/4).
Wimboh menjelaskan bahwa sentimen negatif di berbagai sektor keuangan telah terjadi akibat pandemi Covid-19 ini. Ruang gerak berbagai sektor ekonomi semakin sempit, sehingga sektor riil dan keuangan pun mengalami pukulan yang berat.
“Indeks harga saham di seluruh dunia mengalami penurunan yang sangat dalam, termasuk Indonesia yang mengalami penurunan indeks harga saham gabungan sebesar 26,16% (ytd),” tutur Wimboh.
Namun Wimboh masih berharap banyak ini akan mengalami perbaikan dalam beberapa waktu ke depan. Menurutnya, dalam seminggu terakhir ini di berbagai belahan dunia mulai nampak tanda-tanda perbaikan pada indeks harga saham.
Pemerintah pun telah bergerak cepat dengan memberikan insentif perpajakan. Bank Indonesia telah menurunkan Giro Wajib Minumum dari 8% menjadi 4% untuk mendorong arus investasi masuk ke Indonesia. OJK juga telah mengeluarkan peraturan restrukturisasi dan relaksasi debitur terdampak Covid-19, agar status debitur tetap lancar, sehingga diharapkan lembaga keuangan tidak harus membentuk dana pencadangan untuk mengantisipasi NPL. Di sektor pasar modal, OJK juga telah mempunyai instrumen, antara lain melarang short selling, serta pemberlakuan trading halt 30 menit jika terjadi penurunan indeks harga lebih dari 5%.
“Ini adalah insentif yang kami berikan. Bagi nasabah yang mempunyai kemampuan karena mempunyai tabungan, atau sumber dana lainnya silakan tetap dibayar angsurannya,” mohon Wimboh.
Wimboh lebih lanjut menegaskan debitur mana saja yang bisa direstrukturisasi adalah yang terdampak langsung maupun tak langsung, baik itu kredit mikro, KUR, dan debitur dengan pinjaman sampai Rp10 milyar. Karena jumlahnya banyak, Wimboh mengarahkan agar debitur tidak perlu berbondong-bondong ke bank atau lembaga keuangan nonbank.
“Ada mekanisme secara online yang sudah disediakan oleh setiap lembaga jasa keuangan,” tegas Wimboh.
“Sektor riil harus terus hidup dan perbankan juga harus tetap sehat. Yang diharapkan, dengan POJK itu masing-masing lembaga keuangan masih bisa mempunyai ruang gerak agar dirinya tetap sehat,” lanjutnya.
Wimboh berharap bahwa saat ini jangan bicara soal angka-angka dulu, yang penting kita bersama-sama menangani efek penularan covid-19 ke sektor riil dan keuangan. Industri keuangan dan dunia usaha harus mendukung program pemerintah. Pertama agar dampak penularan Covid-19 ini bisa bisa dicegah, dengan melakukan perilaku hidup sehat, social dan phisical distancing, maupun bekerja dari rumah. Kedua, agar dampak negatif Covid-19 terhadap perekomian bisa diminimalisir.
“Jangan sampai ini menular kepada lembaga keuangan,” pungkas Wimboh.(ah)