Di Jogja, tidak ada makanan yang tidak enak. Yang ada hanya enak atau enak sekali. Kali ini, mari tidak sekedar mencari rasa, namun juga menelusuri cerita yang menyertainya. Semua menu dimasak dengan tungku tradisional berbahan bakar arang atau kayu bakar. Lalu apa saja yang membuatnya berbeda?
1) Gudeg Pawon
Datanglah menjelang pukul 10 malam, karena gudeg pawon baru buka jam 10 malam. Jangan datang terlalu awal, jangan pula datang terlampau malam. Mengantri sambil mengobrol memang bagian dari pengalaman memakan gudeg ini. Setidaknya siapkan diri Anda untuk mengantri hingga 20 menit di hari normal atau hingga lebih dari 1 jam saat musim liburan tiba.
Siapkan pula tisu untuk menyeka keringat, karena Anda akan masuk pawon (dapur). Ya, gudeg pawon memang disajikan di dapur dan dapurnya pun bukan pajangan semata. Nostalgia akan langsung terasa bagi Anda yang semasa kecil sempat melihat dapur tradisional dengan perapian yang dinyalakan dengan kayu bakar. Di atas tungku perapian tersebut, mengepul uap nasi hangat pendamping gudeg Anda. Setelah nasi diambilkan, giliran Anda yang memilih potongan ayam gudeg Anda: dada atau sayap; dengan atau tanpa telur.
Gudeg basah jadi ciri, jenis yang biasa untuk sarapan pagi. Dulu memang dijual jam tiga pagi, tapi pembeli datang lebih dini lagi. Sudah dibuka tengah malam tiap hari, pembeli datang lebih awal lagi, akhirnya kini buka dari jam 10 malam hari.
Gudeg nangka muda disajikan tanpa kethak (ampas pembuatan minyak kelapa -di beberapa daerah dikenal sebagai blondo-, salah satu bumbu gudeg dan bakaran Jawa), jadi relatif tidak terlalu manis untuk turis. Kini sudah dua generasi, tapi tetap hanya 15-20 ayam dimasak setiap hari. Mboten ngoyo, tidak memaksakan diri, karena rezeki itu nyata bila disyukuri.
Nasi hangat, gudeg istimewa, dan segelas wedang uwuh atau sekoteng; dimakan di teras rumah dengan cahaya temaram. Pancal kemul, istilah orang Yogya, untuk pengisi perut yang sempurna sebelum tidur malam. Urusan diet, tentu masih bisa dimulai besok pagi.
Hanya 11 menit berjalan kaki dari kantor OJK Yogyakarta
– Pendiri: (alm.) Mbah Prapto Widarso
– Berjualan sejak: 1958-2000 (di Pasar Sentul); 2000-sekarang (di lokasi saat ini)
– Alamat: Jalan Janturan 36-38, Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta
– Jam buka: 22:00 – habis (umumnya sebelum jam 1 malam)
Kontak: (0274) 7002020
2) Sego Nggeneng Mbah Marto
Tidak ingin makan malam tapi masih ingin mencoba sensasi ambil makanan di dapur tradisional? Sego Nggeneng Mbah Marto menyajikan sensasi yang serupa tapi tak sama dengan Gudeg Pawon.
Jenis dapurnya serupa, tapi hanya buka siang hingga sore hari. Jenis dapurnya serupa, tapi disini masih dilayani oleh Mbah Marto sendiri. Sama-sama jual gudeg, tapi bukan lauk ayam yang dicari-cari.
Mangut. Lain dari yang lain, disini lele tidak digoreng, melainkan diasap dengan sabut kelapa; lalu direbus dalam kuah santan pedas. Eksklusif, karena cara mengolahnya mirip dengan urip-urip gulung kegemaran Sultan HB VII. Inovatif, karena mangut lain tidak disajikan sepedas ini. Karena pedas, maka bukan lagi sayur gudangan yang dijadikan paduan. Gudeg daun pepaya, krecek ndeso, tahu dan tempe dapat diambil gratis karena sudah paketan. Silakan ukur sendiri porsinya karena ini prasmanan. Opor dan garang asem juga tersedia untuk yang tidak makan pedesan.
Tersesat, adalah pengalaman rutin menuju ke tempat ini. Salah tempat sering terjadi, karena warung anak Mbah Marto lebih dekat dengan jalan raya. Malu bertanya, sesat kemudian. Aktifkan GPS boleh saja, tapi jangan lupa bertanya jalan pada warga. Kalau lokasi sudah terkunci dalam memori, cukup 25 menit saja Anda berkendara dari kantor OJK Yogyakarta.
Pendiri : Mbah Martodiryo
Berjualan sejak : 1945-1989 (berkeliling; dari rumah hingga Malioboro);
1989-sekarang (di lokasi saat ini)
Alamat : Dusun Ngireng-ireng, Saraban, Panggungharjo, Sewon, Bantul (di Jalan Parangtritis dari arah Yogyakarta, belok kanan setelah 100m melewati Institut Seni Indonesia/ISI Yogyakarta; lalu bertanyalah pada warga supaya tidak salah lokasi).
Jam buka : 11:00 – 16:00
Kontak : 089623047222
3) Bakmi Mbah Mo
Bakmi Mbah Mo adalah legenda. Legenda wisata untuk pelancong dan legenda pemasaran untuk wirausahawan Yogya. Nah, yang kedua ini belum banyak yang tahu.
Bakmi Mbah Mo tidak didirikan oleh Mbah Mo. Mbah Mo kakung (Atmo Wiyono) tidak pernah masak bakmi, Mbah Mo putri hanya bantu-bantu kalau memang ramai sekali; karena yang memasak dari dulu sejatinya memang Bu Mujiyah, istri Pak Murlidi. Adalah Pak Murlidi, menantu sulung Mbah Mo, yang memulai semua ini. Pak Murlidi dulu adalah driver BKKBN Bantul dan mengantar tamu adalah bagian dari tugas sehari-hari. Saat Mbah Mo kakung terkena PHK, untuk menjamin kesejahteraan keluarga istri, dibuatlah warung bakmi, lalu tamu diarahkan ke warung sendiri. Pak dan Bu Murlidi, tahun 70-an sempat magang di warung bakmi, sampai punya cita-cita jadi juragan bakmi. Cita-cita yang tidak cuma dipendam dalam hati, tapi ditulis dan dipajang di dinding untuk dibaca setiap hari. Merek pakai nama mertua sendiri, yang masak istri sendiri, tapi tidak pernah bilang itu warung pribadi, hanya bilang itu bakmi yang direkomendasi.
Dulu sekali targetnya kepala instansi atau menteri, jadi mereknya high-profile sekali. Dulu kalau jajan disini, supir lebih dulu dilayani, bonus sedikit interogasi. Alasannya sederhana, nanti waktu mengantar bakmi ke kepala instansi, sudah ada materi bicara dari hati ke hati. Kepala instansi yang pulang senang hati, tidak ragu beri rekomendasi. Sekali dapat rekomendasi, besoknya datang rombongan banyak sekali.
Kini warung sudah ramai sekali, cerita Pak Murlidi mulai dibagi-bagi, untuk menginspirasi pengusaha muda dari negeri sendiri. Bakmi jawa, yang jauh dan harus antri, kini punya cerita sendiri. Karena sudah tahu, besok lagi pesan bakmi buatan Bu Murlidi, bukan buatan Mbah Mo putri. Pesanan masih dibuat sekali masak untuk satu porsi, jadi harus tetap sabar mengantri. Memang harus mengantri, karena Pak Murlidi ingin tamunya sempat bersilaturahmi.
Kalau tidak mau mengantri, Pak Murlidi sudah beri solusi. Konsep bakmi sudah dibagi tiga ciri. Bakmi Mbah Mo untuk bakmi tujuan, Bakmi 2 Djaman untuk bakmi ampiran (bakmi terdekat, untuk yang sudah kelaparan; berlokasi di Jalan Parangtritis, 1 km dari Pojok Beteng Selatan Yogyakarta), dan Bakmi Pak Man untuk bakmi klangenan (bakmi nostalgia; di luar provinsi D.I.Y). Tiga konsep bakmi yang dikelola tiga anak Pak Murlidi bisa dipilih sesuai preferensi pribadi.
Bakmi Mbah Mo hanya 30 menit berkendara dari kantor OJK Yogyakarta.
Pendiri: Murlidi
Berjualan sejak: 1986
Alamat: Dusun Code, Bantul
Jam buka: 17:00 – 23:00