MALIOBORO – OJK DIY bekerjasama dengan Pawiyatan Pamong menyelenggarakan kegiatan edukasi kepada 440 orang yang terdiri dari kepala desa/ lurah dan staf pemerintah desa yang merupakan alumni pawiyatan pamong di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, bertempat di Sahid Jaya Hotel & Convention dengan tema Sosialisasi Pengelolaan Keuangan Desa bagi Kepala Desa/Lurah di Wilayah DIY.
Kegiatan tersebut diawali dengan sambutan dari Kepala OJK DIY, Untung Nugroho, dan dilanjutkan dengan penyampaian keynote speech dan pembukaan kegiatan oleh Ketua Pawiyatan Pamong, GKR Mangkubumi.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah dengan sejuta potensi. Menurut GKR Mangkubumi, potensi yang saat ini dimiliki oleh Yogyakarta antara lain berupa pariwisata dan ekonomi kreatif. Potensi-potensi tersebut telah dikembangkan oleh masyarakat DIY sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan daerah dan pembangunan nasional.
Potensi pariwisata di daerah Yogyakarta sangatlah besar mengingat Yogyakarta mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang memadai.
“Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masih menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi di DIY. Sampai saat ini, angka kemiskinan di DIY pada bulan September tahun 2017 mencapai 12,36% atau tertinggi se-Pulau Jawa. Nilai indeks gini mencapai 0,441 (Maret 2018) dan merupakan yang tertinggi di Indonesia. Ketimpangan wilayah pun tidak terlepas dari sorotan Pemerintah Daerah karena 15 desa termiskin terletak di Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunungkidul,”paparnya.
Hal ini bertolak belakang dengan sumber daya yang ada di DIY. DIY dikenal sangat kaya dengan sumber ilmu dan pengetahuan, seperti akademisi, perpustakaan, laboratorium, dan pusat studi.
Dalam era globalisasi dan kondisi ekonomi yang dinamis, pemerintah perlu mengoptimalkan seluruh sumber daya untuk mendorong masyarakat terlibat dalam pembangunan ekonomi termasuk di sektor keuangan. Keterlibatan seluruh lapisan masyarakat ini tentu dapat terwujud dengan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak, terutama industri jasa keuangan.
Dengan tersedianya akses terhadap layanan keuangan, masyarakat dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan dan membuka jalan untuk keluar dari kemiskinan serta mengurangi kesenjangan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi juga perlu ditopang oleh tingkat literasi keuangan masyarakat yang cukup, melalui berbagai program edukasi keuangan untuk menciptakan masyarakat yang melek keuangan. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah mengerti dan memahami tentang sektor jasa keuangan yang pada akhirnya akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.
Kepala OJK DIY, Untung Nugroho mengatakan, dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan serta perlindungan konsumen, OJK mengharapkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan lainnya, terutama para Kepala Desa/Lurah, baik untuk pengenalan produk dan akses layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maupun upaya untuk meningkatkan jumlah masyarakat melek keuangan melalui program edukasi keuangan.
Hasil survei nasional literasi dan inklusi keuangan tahun 2016 menunjukkan 67,8% masyarakat yang telah menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7% masyarakat yang well literate.
Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk keuangan tanpa dibekali pemahaman keuangan yang memadai.
“ Untuk DI Yogyakarta, indeks literasi keuangan juga relatif masih rendah, yaitu 38,5% dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 76,7%. Apabila kita melihat data pengaduan, masyarakat yang mengadukan permasalahannya melalui surat kepada OJK DIY terdapat 153 orang yang didominasi oleh kategori perbankan sebesar 98 kasus (64,05%), sedangkan yang datang mengadukan langsung sebanyak 279 orang (data posisi bulan Juni 2018). Sedangkan masyarakat yang meminta layanan Informasi Debitur Sistem Informasi Layanan Keuangan (SLIK) per posisi 26 Juli 2018 tercatat sebanyak 1.070 masyarakat termasuk di dalamnya 11 badan usaha.(fan)