Indeks

BI : Pembangunan Infrastruktur Bandara NYIA Jadi Prime Mover Investasi

YOGYAKARTA - Foto kunjungan kerja DPD DIY ke BI DIY oleh Erfanto Linagkung

MALIOBORO – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil DIY lakukan kunjungan ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY. Kunker tersebut membahas penguatan sinergi dan koordinasi antara DPD, Bank Indonesia DIY, dan Pemerintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkesinambungan.

Dalam Kunker tersebut, hadir GKR Hemas, Ketua OJK, dan SKPD terkait, diantaranya Bappeda DIY dan kab/kota, DKPM DIY dan kab/kota, Biro Perekonomian DIY, Kadin DIY, BKPM DIY, Ditjen Perbendaharaan, Disperindag DIY, Dinas Koperasi dan UMKM DIY, DPPKA DIY, Dinas Pekerjaan Umum DIY, dan Dinas Perijinan Kota Yogyakarta. Kepala Perwakilan Bank Indonesia, Budi Hanoto berkesempatan untuk memberikan gambaran mengenai prospek dan tantangan serta rekomendasi pertumbuhan ekonomi DIY mendatang. Dari paparan tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi concern pembahasan dalam Kunker di antaranya inflasi yang terjaga rendah, konsep pembangunan ekonomi.

“Sinergi diperlukan untuk meningkatkan perekonomian DIY,”tandasnya.

Di hadarapan GKR Hemas, Budi menyebutkan inflasi yang rendah dan stabil adalah prasyarat investasi tumbuh dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Pada 2017, inflasi DIY terkendali dalam sasaran inflasi nasional 4,0% ± 1% (yoy) yaitu sebesar 4,20% (yoy).

Inflasi DIY yang bergerak dengan level relatif rendah dan stabil dapat menjadi motor penggerak utama dalam menjaga daya beli masyarakat untuk berkonsumsi dan memudahkan kalkulasi rencana bisnis serta investasi di sejumlah sektor ekonomi. Untuk itu, inflasi DIY ke depan harus diarahkan ke level yang rendah dan stabil. Menurut Budi, pembangunan ekonomi yang inklusif perlu dilakukan agar dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih merata. Saat ini, terbatasnya realisasi Penerimaan Modal Asing (PMA) dan Penerimaan Modal Dalam Negeri (PMDN) menjelaskan adanya peluang yang cukup luas bagi peningkatan realisasi investasi di DIY.

“Sampai dengan Triwulan III tahun 2017, pangsa sumber pembiayaan yang berasal dari investasi, baik PMA maupun PMDN tidak mencapai 1% dibandingkan realisasi investasi di provinsi lain, terutama provinsi-provinsi di Jawa yang memiliki pangsa realisasi investasi sebesar 50,29% untuk PMA dan 62,94% untuk PMDN,”paparnya.

Pembangunan di sektor-sektor unggulan, seperti infrastruktur, jasa dan pendidikan diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di DIY. Sebagai contoh, adanya pembangunan infrastruktur bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) diperkirakan dapat menjadi prime mover investasi di sekitar kawasan tersebut dan memberikan dampak bagi sektor lainnya di DIY seperti industri perdagangan, hotel dan restoran.

Selain itu, menurut Budi, DIY perlu memanfaatkan momentum pertumbuhan dengan mencari alternatif sumber-sumber pendorong pertumbuhan baru, diantaranya melalui pengembangan industri kreatif. Animasi dan games menjadi salah satu fokus pengembangan DIY di bidang industri kreatif,disamping fashion, kuliner dan kerajinan.

Hal ini cukup beralasan karena DIY memiliki keunggulan dari sisi kualitas human capital (SDM), ditunjukkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY peringkat kedua tertinggi di Indonesia, dibawah DKI Jakarta. Meski potensi pasar lokal dan global di sektor animasi dan games sangat besar, tantangannya juga tak kalah besar.

Permasalahan yang sering dijumpai para pelaku animasi dan games yakni belum adanya skema pembiayaan khusus animasi dan games dari perbankan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar pelaku pada industri animasi dan games adalah perseorangan (UKM). Untuk itu, pembentukan Tim Penguatan UKM lintas lembaga di DIY diyakini mampu mengakselerasi masalah permodalan dan mempermudah akses keuangan UMKM agar lebih bankable.

“Oleh karena itu, perlunya menstimulasi penyehatan kondisi fiscal daerah dengan pengeluaran fiskal yang berlandaskan strategic planning, multiyear projects & kemandirian keuangan daerah (PAD), serta sumber-sumber pembiayaan yang kuat,”tambahnya.

Budi beralasan hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh pola keuangan DIY yang saat ini masih mengandalkan transfer dana dari pusat serta didominasi oleh Dana Perimbangan sebesar 58%, sehingga diperlukan penguatan pembiayaan yang berasal dari potensi daerah untuk meningkatkan PAD.

Budi menyebutkan, perlu alternatif sumber-sumber pembiayaan pembangunan di DIY untuk mengurangi ketergantungan terhadap transfer dana dari pusat, diantaranya melalui optimalisasi penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil, peningkatan investasi swasta, dan mengkaji kemungkinan penerbitan obligasi daerah. (erfanto linangkung)

Exit mobile version